Kamis, 17 Maret 2011

Lengkeng Dataran Rendah

Lengkeng, buah yang satu ini termasuk buah yang harganya lumayan di pasaran . Di pasar tradisional saja untuk lengkeng bangkok (sebutan untuk lengkeng impor) dijual selalu di atas harga Rp 15.000,- per kg dan rata-rata di kisaran harga Rp.20.000,- sampai Rp.30.000,-an per kg. Harga ini tentunya sangat baik bila dibandingkan dengan harga buah-buahan lain yang kadang naik turun tak menentu.

Buah fenomenal. Begitulah julukan yang cocok untuk lengkeng dataran rendah. Kehadirannya 2 tahun silam meruntuhkan anggapan lengkeng hanya berbuah di dataran tinggi berudara sejuk. Puluhan pekebun dan hobiis pun mengebunkan lengkeng di segala penjuru nusantara. Namun, tren penanaman setahun silam melahirkan beragam pengalaman. Sebuah tanda tanya besar pun seperti tercetak di kening pekebun. Varietas lengkeng dataran rendah mana yang paling cocok dikebunkan? Diamond river, pingpong, atau itoh?

Sejak diperkenalkan secara gencar oleh Trubus pada 2004, maka tren lengkeng melanda Indonesia. Kini Dimocarpus longan yang ditanam pekebun mulai bisa dilihat hasilnya. Maklum, salah satu kelebihan lengkeng dataran rendah ialah sifatnya yang genjah. Pada umur 8 -18 bulan mulai belajar berbuah. Namun, di balik tren yang sudah berlangsung selama setahun, ternyata pengetahuan kita tentang lengkeng dataran rendah masih sangat minim.

Sampai saat ini misalnya, pertanyaan varietas mana yang paling cocok dikebunkan untuk skala komersial masih terus terlontar. Terus terang, sayapun belum berani merekomendasikan varietas terbaik. Pasalnya, saat ini di Taman Wisata Mekarsari (TWM) masih dievaluasi 16 varietas lengkeng dataran rendah yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber.

Penelitian dan pengalaman
Selain penelitian yang dilakukan TWM, sebetulnya pengalaman pekebun sukses lain bisa dijadikan rujukan. Sebagai contoh, perjalanan saya ke kebun milik Lie Ay Yen di Banyumanik, Semarang dan Prakoso Heryono di Demak, pada penghujung Januari memberi masukan yang sangat berharga. Mata terbuka lebar setelah menyaksikan penanaman 3 varietas populer, diamond river, pingpong, dan itoh itu dalam skala kebun komersial. Membandingkan ketiganya menjadi lebih mudah karena tanaman yang diamati lebih banyak.

Sebelum berbicara lebih jauh, perlu ditegaskan kembali, dari ketiga varietas itu diamond river dan pingpong yang asli lengkeng dataran rendah tropis. Ia berasal dari Vietnam, lalu dikembangkan di dataran rendah Thailand. Dari Thailand menyebar ke Malaysia lalu ke Indonesia. Sebaliknya, itoh bukanlah asli lengkeng dataran rendah. E daw - sebutan itoh di Thailand  adalah lengkeng subtropis. Semula ia banyak ditanam di Thailand bagian utara seperti di Chiangmai dan Lamphun. Lalu secara perlahan beradaptasi ke dataran rendah setelah ditanam para pekebun di di Samut Songkhram dan Rayong.

Pengetahuan dasar itu penting untuk mengetahui sifat dan karakter lengkeng dataran rendah lebih mendalam. Dari penelitian -yang masih terus berjalan - dan pengamatan ke sejumlah pekebun itu, saya mencoba menganalisa sifat dan karakter 3 varietas lengkeng dataran rendah yang telah populer itu.

Sifat dan karakter
Pertama , diamond river. Karena memang asli lengkeng dataran rendah maka mata berlian - sebutan diamond river di Malaysia -mudah berbuah di Indonesia. Sifat unggul diamond river terletak pada sosok tanamannya . Percabangan banyak dan produktivitas tinggi. Ia juga berbuah sepanjang tahun. Makanya kita lazim melihat pohon diamond river bertaburan bunga dan buah. Rasa buah manis, tapi berkualitas rendah. Daging buah tipis, transparan dan becek.

Kedua , pingpong. Sama seperti diamond river, pingpong asli lengkeng dataran rendah sehingga mudah berbuah. Buahnya eksotik karena berukuran jumbo, bahkan beberapa di antaranya benar-benar sebesar bola pingpong. Sayang, ukuran buah besar itu diikuti oleh biji yang besar pula. Kelemahan lain, sifat apical dominance alias pucuk cenderung tumbuh memanjang dan jarang bercabang.

Dompolan buah sebenarnya cukup lebat. Tetapi karena percabangan yang sedikit tadi, maka total buah pada satu pohon menjadi sedikit pula. Saya sering melihat pingpong berumur 2 tahun hanya mempunyai 5 cabang yang ngelancir . Artinya, hanya 5 dompol buah yang terbentuk. Dengan 20 -25 buah per dompol, maka hasilnya hanya 100 -125 buah per pohon.

Ketiga , itoh. Dibanding kedua varietas sebelumnya, kualitas itoh paling bagus. Bayangkan saja lengkeng impor terbaik yang kerap kita beli di pasar swalayan. Daging buahnya kering, manis, tebal, dan renyah. Bahkan di kebun Lie Ay Yen kita diberi kesempatan memetik sendiri buah langsung dari pohonnya! Terbayang kesegaran dan kenikmatannya bukan?

Di dataran rendah Thailand dan Malaysia, produktivitas itoh juga tinggi. Sayang, di Indonesia ia sulit berbuah karena teknik membuahkannya belum tepat. Lalu bagaimana?Kalau masih begini terus belum ada satupun dari ketiga varietas itu yang dapat dikebunkan secara komersial.

Tingkatkan kualitas
Namun, tunggu dulu, jangan buru-buru menebang dan membuang diamond river, pingpong, dan itoh di kebun Anda. Diamond river misalnya. Teknik penanaman dengan surjan atau bedengan;pemupukan tepat waktu;dan tepat unsur hara dipercaya bisa mengatasi beceknya buah. Kuncinya ialah pekebun harus rajin mencoba.

Pengalaman Lie Ay Yen contohnya. Pada saat buah diamond river muda memang daging buah banyak berair, tapi dengan penanaman pada bedengan yang ditinggikan, maka kelebihan air dapat dibuang. Maka seiring bertambahnya umur buah, daging semakin kering dan biji semakin mengecil. Itu saran bagi pekebun yang sudah menanam. Sedang bagi mereka yang mau terjun menanam lengkeng, diamond river lebih cocok untuk ditanam sebagai tabulampot atau tanaman pekarangan karena tajuknya indah dan buah yang lebat.

Sementara pingpong, saya sendiri hampir mencoretnya sebagai varietas unggul. Namun, perjalanan ke kebun Prakoso memaksa saya menarik kembali pendapat itu. Saya melihat pingpong asal biji yang ditanam Prakoso 1,5 -2 tahun silam mulai berbunga. Itu luar biasa, jarang sekali tanaman dari biji bersifat genjah. Daunnya besar seperti daun jeruk Bali, tapi melengkungnya daun menegaskan bahwa itu asli keturunan pingpong. Ini meyakinkan saya menanam pingpong dari biji dapat menghasilkan mutasi yang menguntungkan untuk dikembangkan.

Lengkeng super
Karena dari biji, maka banyak varian pingpong yang muncul. Mulai dari variasi ukuran, warna dan bentuk buah;daun;dan percabangan. Ada tabulampot pingpong yang pendek, kompak dan rimbun. Cabangnya banyak, walaupun daunnya tetap melengkung. Bahkan, saya melihat buah pingpong berpelat, seperti rambutan rapiah. Warna kulitnya juga putih kehijauan, bukan cokelat. Saya menduga 2 - 3 tahun ke depan bakal muncul lengkeng super dari indukan pingpong dengan lokal.

Yang terakhir itoh, inilah harapan kita saat ini. Menurut saya, itoh-lah yang paling pantas dikebunkan secara komersial. Buah kering, manis, tebal, dan renyah sudah pasti diminati konsumen. Walaupun ia bukan asli lengkeng dataran rendah bukan berarti dia tak dapat dibuahkan. Dengan perlakuan tertentu terbukti ia dapat dibuahkan. Di Thailand pekebun menggunakan KClO3 untuk merangsangnya berbuah.

Sayang, bahan baku kembang api itu sulit diperoleh di Indonesia. Namun, Lie Ay Yen telah sukses membuahkan itoh dengan 2 kunci:bibit berkualitas diambil dari itoh yang telah beradaptasi  dan kombinasi pemupukan yang tepat. Dengan mata kepala sendiri saya melihat, itoh berumur 1, 5 tahun digelayuti buah walau terlihat agak stres. Saya menduga, bila dibuahkan pada umur 2, 5 tahun dengan percabangan yang lebih kokoh, maka hasil 10 kg per pohon bukan impian di siang bolong. (Dr Reza Tirtawinata, praktikus buah di Bogor)

Sumber :
© 2006 trubus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar